Kamis, 11 November 2010

Sabar ada batasnya dan sabar tiada berbatas

Banyak orang yang mengatakan "sabar itu ada batasnya" namun banyak juga yang mengatakan sebaliknya, yaitu "sabar itu tidak ada batasnya, yang ada hanyalah keterbatasan manusia dalam merefleksikan sabar di dalam hatinya."
Ada yang mengatakan sabar ada batasnya dan ada juga sebaliknya bahwa sabar itu tidak ada berbatas. Bagaimana mempertemukan kedua pandangan seperti itu?

Kita sering mengasosiasikan sabar itu dengan tidak marah, dan ya memang salah satu penempatan sabar adalah dengan menahan amarah. Walaupun sebenarnya masih banyak 'bidang-bidang' lain yang dapat menjadi ladang pembuktian kesabaran, seperti ketika ditimpa musibah, ketika belum juga mendapatkan anak meski sudah bertahun-tahun menikah, ketika usaha merugi dan lain sebagainya. Kesemuanya itu hadir sebagai variasi dalam hidup dan manusia dituntut untuk bersabar karenanya.

Dalam percakapan sehari-hari, kita sering mendengar orang yang berkeluh kesah tentang kesulitan yang dihadapinya apakah karena urusan anak, istri, suami ataupun tantangan dan ujian kehidupan yang dijalani.
“Saya sudah berusaha sabar. Tapi sabar khan ada batasnya. Kalau sudah begini saya tidak bisa terima.”
Itulah petikan kalimat yang kadang kita dengar ketika kesabaran diuji sampai batas akhirnya.
Apakah kesabaran memang ada batasnya?
Sabar adalah sabar. Jika sabar itu hanya sampai batas tertentu, maka sebenarnya ia bukanlah sabar.

Suatu hari, mungkin akan ada orang yang menghina dengan sangat kasarnya, kesulitan hidup yang tak kunjung selesai meski telah berkali-kali dicari jalan keluarnya, dimusuhi oleh orang lain sehingga tidak memiliki seorangpun teman untuk berbagi, atau harapan demi harapan akan sesuatu yang tak kunjung menjadi kenyataan.
Manusia akan selalu diuji dengan berbagai bentuk kejadian maupun sikap orang-orang di sekitarnya yang menuntut kesabaran sampai dia menyadari bahwa diri ini memang belum bisa bersabar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar